HUBUNGAN KEWENANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH DAERAH
Model Hubungan Pusat dan Daerah
A. Hubungan kedudukan
pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh:
- Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka
- Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local choice
B. Sistem Hubungan Pusat
dan Daerah menurut Nimrod Raphaeli:
- Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan yang besar.
- Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh pusat kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.
- Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah telah mulai lebih banyak dimiliki pusat pada daerah yang bersangkutan.
- Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah bersangkutan mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.
Lingkup hubungan pusat dan
daerah antara lain meliputi hubungan kewenangan, , organisasi, keuangan, dan
pengawasan.
Hubungan Pusat-Daerah Bidang Kewenangan
Dalam
penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan
daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu
urusan pemerintahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan
yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga
negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara. Secara teoritis, persebaran
urusan pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3 (tiga) ajaran
rumah tangga berikut :
a.
Ajaran formal
Di dalam ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer),
tidak ada perbedaan sifat urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat
dan daerah otonom. Pada prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat
hukum yang satu juga dapat dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila dilakukan
pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
yang rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang
diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa
kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil
diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat.
Jadi, pertimbangan efisiensilah yang menentukan pembagian tugas itu dan bukan
disebabkan perbedaan sifat dari urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab
masing-masing.
Di dalam ajaran rumah tangga ini, tidak secara apriori ditetapkan hal yang
termasuk rumah tangga daerah. Isi dan macam urusan rumah tangga daerah
sepenuhnya tergantung atas prakarsa atau inisiatif daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian, urusan rumah tangga daerah tidak diperinci secara nominatif di
dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam suatu rumusan umum.
Rumusan umum hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturan
lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Batas-batas
pelaksanaan urusan tergantung keadaan, waktu dan tempat. Pemerintah daerah
dalam ajaran rumah tangga ini dapat lebih leluasa untuk bergerak, mengambil
inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang
menyangkut kepentingan daerahnya. Walaupun keleluasaan pemerintah daerah
dalam sistem rumah tangga formil lebih besar, tetapi ada pembatasan, yaitu :
a.
pemerintah daerah hanya boleh
mengatur urusan sepanjang urusan itu tidak atau belum diatur dengan
undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
b.
Bila negara atau daerah yang
lebih tinggi tingkatnya kemudian mengatur sesuatu yang semula diatur oleh
daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut
dinyatakan tidak berlaku.
Secara
positif, sistem urusan rumah tangga formil sudah memenuhi kriteria keleluasaan
berprakarsa bagi daerah untuk mengembangkan otonomi daerahnya. Namun pada sisi
lain, sistem ini tidak atau kurang memberi kesempatan kepada pemerintah pusat
untuk mengambil inisiatif guna menyerasikan dan menyeimbangkan pertumbuhan dan
kemajuan antara daerah yang kondisi dan potensinya tidak sama. Pemerintah pusat
membiarkan setiap daerah berinisiatif sendiri, tanpa melihat kondisi dan
potensi riil daerah masing-masing. Bagi daerah yang kondisi dan potensinya
menguntungkan, keleluasaan dan inisiatif daerah akan mendorong pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih cepat. Sebaliknya, bagi daerah yang kondisi dan
potensinya kurang menguntungkan (minus, miskin, terpencil), keleluasaan
tersebut daerah tidak akan mampu mengimbangi kendala yang dihadapinya. Oleh
karena itu, intervensi pemerintah pusat untuk pemerataan dan memelihara
keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah diperlukan.
b.
Ajaran materiil
Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara
pemerintah pusat dan daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara
tegas di dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya
meliputi tugas-tugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif. Jadi, apa
yang tidak tercantum dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah
tangga daerah. Daerah yang bersangkutan tidak mempunyai kewenangan untuk
mengatur kegiatan di luar yang sudah diperinci atau secara apriori telah
ditetapkan.
Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada
perbedaan tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan
kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah otonom yang
lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai
urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang lebih besar dan berada di atasnya. Negara dan daerah
otonom masing-masing mempunyai urusan sendiri yang spesifik.
Jika kita cermati, isi dan luas otonomi menurut ajaran rumah tangga ini sangat
terbatas. Daerah tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak termasuk dalam
undang-undang pembentukannya. Segala langkah kerja daerah tidak dapat keluar
dari ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam undang-undang. Daerah tidak
dapat secara leluasa bergerak dan mengembangkan inisiatifnya, kecuali
urusan-urusan yang sudah dipastikan menjadi urusan rumah tangganya, menurut
tingkatan dan ruang lingkup pemerintahannya. Dengan demikian, ajaran rumah
tangga ini tidak mendorong daerah untuk berprakarsa dan mengembangkan potensi
wilayah di luar urusan yang tercantum dalam undang-undang pembentukannya.
Padahal, kebebasan untuk berprakarsa, memilih alternatif dan mengambil keputusan
justru merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan otonomi daerah.
c.
Ajaran riil
Sistem ini nampaknya mengambil jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil
dan formil dengan tidak melepaskan prinsip sistem rumah tangga formil. Konsep
rumah tangga riil bertitik tolak dari pemikiran yang mendasarkan diri kepada
keadaan dan faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas
dengan kemampuan dan kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di
pusat. Dengan demikian, pemerintah pusat memperlakukan pemerintah daerah
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pusat.
Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap
undang-undang pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga
daerah yang dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya
berupa kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan. Dengan
modal pangkal itu, daerah yang bersangkutan mulai bekerja, dengan catatan bahwa
setiap saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai dengan kesanggupan dan
kemampuan daerah yang bersangkutan.
Ada beberapa keuntungan apabila
ajaran rumah tangga ini diterapkan, antara lain :
1.
sistem ini memberikan
kesempatan kepada daerah untuk menyesuaikan pelaksanaan otonomi dengan
daerahnya masing-masing;
2.
sistem ini berlandaskan kepada
faktor-faktor yang nyata di daerah dan memperhatikan keadaan khusus daerah;
3.
sistem ini mengandung
fleksibilitas tanpa mengurangi kepastian sehingga daerah bebas berprakarsa mengembangkan
modal pangkal yang sudah ada dengan memperoleh bimbingan/pembinaan tanpa
melepaskan pengawasan pusat;
4.
sampai seberapa jauh pemerintah
pusat melakukan pembinaan dan campur tangan terhadap daerah tergantung kepada
kemampuan pemerintah daerah itu sendiri;
5.
prakarsa untuk mengembangkan
urusan di luar modal pangkal dapat juga dilakukan, asal tidak bertentangan
dengan atau belum diatur oleh pusat atau daerah yang tingkatannya lebih tinggi;
6.
sistem ini memperhatikan
pemerataan dan memelihara keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah.
Elemen dasar ketujuh yang membentuk
pemerintahan daerah adalah pengawasan. Argument
dari pengawasan adalah adanya kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan
sebagaimana adagium dari Lord Acto yang menyatakan bahwa “Power Tends to
corrupt and absolute power will corrupt absolutely”. Untuk mencagah hal
tersebut maka elemen pengawasn mempunyai posisi strategis untuk menghasilkan
pemerintahan yang bersih. Berbagai isu pengawasan akan menjadi agenda penting
seperti sinergi lembaga pengawasan internal, efektifitas, pengawasan eksternal,
pengawasansosial, pengawasan legislative dan juga pengawasan melekat (built in
control).
Perbandingan 3 azas penyelenggaraan
Pemerintah Daerah :
No
|
Asas Pemerintahan
|
Ciri-ciri pelaksanaan
|
1
|
Desentralisasi (desentralisasi
politik ketatanegaraan)
|
-
Transfer kewenangan
-
Kewenangan sepenuuhnya menjadi hak
dan tanggungjawab institusi penerima kewenangan
-
Diberikan dana yang dialokasikan
secara terpisah maupun sumber dana
-
Personil pelaksana adalah dari
institusi penerima transfer kewenangan
|
2
|
Dekonsentrasi
(Desentralisa
si
administratif)
|
-
Delegasi kewenangan,
-
Kewenangan tetap melekat pada
institusi/pejabat pemberi delegasi kewenangan,
-
Disediakan dana dari institusi
pemberi tugas,
-
Personil pelaksana adalah dari
institusi pemberi tugas tetapi
ditugaskan di luar ibukota negar
|
3
|
Tugas Pembantuan
|
Bukan transfer kewenangan maupun
delegasi
kewenangan, melainkan pemberian
bantuan pelaksanaan
tugas yang bersifat operasional,
Kewenangan tetap melekat pada
institusi pemberi tugas,
Disediakan dana, sarana dan
prsarana serta personi
l yang
diperlukan,
Personil pelaksana maupun sarana
prasarana sebagian
besar berasal dari institusi
penerima tugas supaya efektif
|
Comments
Post a Comment