ULAMA
SALAF DALAM BERBAKTI KEPADA IBU
Dari Muhammad bin Sirin diriwayatkan bahwa ia berkata:Pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan, harga pokok kurma mencapai seribu dirham. Maka Usamah (beliau
adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah, orang kesayangan Nabi kita Shalallahu
alihi wassalam dan juga anak dari orang kesayangan beliau. Ibu beliau adalah
Ummu Aiman, orang yang merawat Rasulullah dimasa kecilnya mengambil dan
menebang sebatang pohon kurma dan mencabut umbutnya (yakni bagian di ujung
pangkal kurma berwarna putih, berlemak berbentuk seperti punuk unta, biasa
dimakan bersama madu) lalu diberikannya kepada ibunya untuk dimakan.
Orang-orang bertanya:”Apa yang menyebabkan engkau melakukan hal itu? padahal
engkau tahu bahwa pokok kurma kini harganya mencapai seribu dirham?” beliau
menjawab:”Ibuku menghendakinya.
Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti
memberikannya”.
Dari Abdullah bin Al-Mubarak diriwayatkan bahwa ia berkata:”Muhammad bin
Al-Munkadir pernah berkata:”Umar (yakni saudaranya) suatu malam melakukan
shalat, sementara aku memijit-mijit kaki ibuku. Aku tidak ingin kalau malamku
kugunakan seperti malamnya”
Dari Ibnu Aun diriwaytakan bahwa ia berkata:”Seorang lelaki datang menemui
Muhammad bin Sirin dirumah ibunya. ia bertanya: ”Bagaimana keadaan Muhammad
dirumah ini? Apakah ia mengeluhkan sesuatu?” Orang-orang disitu menjwab:”Tidak
sama sekali!
Demikianlah keadaannya bila berada dirumah ibunya” Dari Hisyam bin Hissan, dari
Hafsah binti Sirin diriwayatkan bahwa ia berkata:”Muhammad, apabila menemui
ibunya, tidak pernah berbicara dengannya, dengan mengumbar omongan, demi
menghormati ibunya tersebut”
Dari Ibnu Aun diriwayatkan bahwa ia berkata: ”Suatu hari ibunya memanggil
beliau, namun beliau menyambut panggilan itu dengan suara yang lebih keras dari
suara ibunya. Maka beliau segera membebaskan dua orang budak”
Dari Hisyam bin Hasan diriwayatkan bahwa ia berkata: ”Hudzail bin Hafshah biasa
mengumpulkan kayu bakar pada musim panas untuk dikuliti. Ia juga mengambil
bambu dan membelahnya.Hafshah (ibunya) berkata: ”Aku tinggal mendapatkan
enaknya saja. Dan bila datang musim dingin, dia membawakan tungku dan
meletakkannya dibelakang punggungku, sementara aku sendiri berdiam di tempat
shalatku.
Kemudian dia duduk, membakar kayu bakar yang sudah dikupas kulitnya berikut
bambu sehingga telah dibelah-belah untuk dijadikan bahan bakar sehingga asapnya
tidak mengganggu, tetapi bisa menghangatkan tubuhku.
Demikianlah waktu berlaku menurut kehendak Allah” Hafshah
melanjutkan:”Sebenarnya ada yang bersedia mencukupi kebutuhannya, kalau dia
mau.”Ia melanjutkan lagi:”Dan kadangkala aku ingin mendatanginya, lalu
kukatakan kepada anakku itu:”Wahai anakku, kamu bisa pulang dulu kerumah
istrimu” Setelah itu aku memberitahukan kepada anakku itu apa yang menjadi
kebutuhannya, lalu aku membiarkannya”
Hafshah melanjutkan kisahnya:”Ketika anakku itu menjelang wafatnya, Allah
memberikan kepadanya kesabaran yang begitu tinggi, hanya saja aku merasakan
suatu ganjalan yang tidak bisa hilang” Ia melanjutkan:”Suatu malam aku membaca
ayat dalam surat An-Nahl berikut: ”Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan
Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi
Allah, itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Apa yang dari sisimu
akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami
akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan” (An-Nahl:95-96)
Aku terus mengulang-ulang ayat tersebut, hingga Allah menghilangkan kegundahan
dalam hatiku”
Hisyam berkata:”Beliau memiliki unta bersusu banyak dan segar.
Hafshah mengisahkan:”Dia pernah mengirimkan kepadaku susu perasan disuatu pagi.
Aku berkata:Hai, anakku, kamu tentu tahu bahwa aku sedang tidak bisa meminumnya,
aku sedang puasa”Dia menanggapi ucapanku:
”Wahai Ummu Hudzail, sesungguhnya susu yang paling bagus adalah yang sempat
bermalam di tetek unta. Kalau engkau mau, silahkan beri orang yang kamu suka”
Comments
Post a Comment