KEBIJAKSANAAN PUBLIK DAN AKUNTABILITAS ADMINISTRASI




Dasar-dasar Kebijaksanaan Publik

Studi kebijaksanaan publik merupakan dimensi baru dalam administrasi negara, yang harus tumbuh dengan cepat. Pada umumnya kebijaksanaan publik dimaksudkan sebagai apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Ada tiga faktor yang mengeratkan hubungan kebijaksanaan publik dengan institusi pemerintah:
1. Pemerintah yang memberikan legitimasi pada kebijaksanaan publik
2. Kebijaksanaan publik mengandung aspek yang bersifat universal
3. Pemerintah merupakan satu-satunya lembaga yang dapat melakukan pemaksaan kepada masyarakat.
Dasar pembentukan kebijaksanaan publik adalah kepentingan publik. Tetapi, tidak mudah untuk merumuskan apa dan manakah suatu kepentingan yang benar-benar bersifat publik. Karena itu, dikatakan bahwa kepentingan publik adalah kepentingan-kepentingan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Atas dasar pandangan demikian, kebijaksanaan publik tidak hanya dibuat oleh pemerintah saja, tetapi dapat juga dibuat oleh organisasiorganisasi lain.
Model-model analisis yang dipergunakan untuk menganalisis kebijaksanaan publik menurut Thomas R. Dye adalah model:
a. Sistem, 
b. Massa Elit, 
c. Kelompok, 
d. Rasional, 
e. Inkremental, dan 
f. Institusional.
Sedang menurut Robert Presthus pendekatan-pendekatan dalam analisis kebijaksanaan publik terdiri dari:
a. Kebijaksanaan sebagai Proses Hasil
b. Studi Kasus
c. Strategi Inkremental Terpisah
d. Kebijaksanaan sebagai, variabel Independen.

Akuntabilitas Administrasi

Ada dua istilah yang seringkali digunakan saling berganti dalam studi administrasi negara, yakni: pertanggungan jawab dan akuntabilitas. Sebenarnya, keduanya dapat dibedakan. Akuntabilitas menunjuk locus hierarkis dan legal dari tanggung jawab. Sedang tanggung jawab mempunyai konotasi personal, moral, dan tidak perlu dihubungkan dengan peranan, status, dan kekuasaan yang bersifat formal.
Akuntabiiitas administrasi merupakan hal pokok dalam pikiran-pikiran negara demokratik modern. Ia mengesankan sebagai suatu dasar moral bagi pejabat publik dalam melakukan kegiatannya.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai apakah sistem administrasi berjalan secara bertanggung jawab. Pendekatan pertama memusatkan perhatiannya pada keseluruhan sistem; sedangkan pendekatan kedua berfokus pada pertanggungan jawab individual. Sarana yang dapat dipergunakan untuk menjamin administrasi yang bertanggung jawab adalah: sarana legal/institusional, moral dan politik.


Proses Kebijaksanaan Publik

Tahap yang ada dalam proses kebijaksanaan publik, menurut Anderson terdiri dari: formasi masalah, formulasi kebijaksanaan, adopsi kebijaksanaan, implementasi kebijaksanaan, dan evaluasi kebijaksanaan; menurut Jones proses kebijaksanaan publik terdiri dari: persepsi, definisi, agregasi, organisasi, evaluasi, dan terminasi kebijaksanaan; menurut Brewer tahap-tahap dalam proses kebijaksanaan publik adalah: estimasi, seleksi, implementasi, evaluasi dan terminasi kebijaksanaan; menurut Mc Nicholas proses kebijaksanaan publik terdiri dari: tahap formulasi, tahap implementasi, tahap organisasi, tahap interpretasi, dan tahap reformulasi. Modul ini memandang proses kebijaksanaan publik terdiri dari empat tahap berikut: formulasi kebijaksanaan, implementasi kebijaksanaan, evaluasi kebijaksanaan, dan terminasi kebijaksanaan.
Formulasi kebijaksanaan membahas cara masalah publik memperoleh perhatian dari pembuat kebijaksanaan, cara perumusan usul kebijaksanaan, dan cara memilih salah satu usul kebijaksanaan di antara alternatif-alternatif. Formulasi kebijaksanaan sangat erat hubungannya dengan konsep kepentingan publik.
Implementasi kebijaksanaan menunjuk pada pelaksanaan kebijaksanaan publik secara etektif. Kesulitan yang timbul dalam tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijaksanaan, karena adanya dampak yang tidak teran-tisipasi sebelumnya. Evaluasi kebijaksanaan dimaksudkan untuk mengukur efektifitas dan dampak kebijaksanaan. Alat yang dapat dipergunakan antara lain “performance budgeting”, “program budgeting” dan PPBS. Untuk melaksanakan evaluasi kebijaksanaan diperlukan standar pengukuran yang baku. Tetapi dalam kenyataannya indikator-indikator yang dipergunakan tidak sepenuhnya mampu menerangkan kualitas penampilan program.
Terminasi kebijaksanaan menunjuk proses penyelesaian satu kebijaksanaan. Hal ini timbul, jika tujuan kebijaksanaan sudah tiada. Ada pelbagai hambatan dalam melakukan terminasi kebijaksanaan. Cara-cara untuk mengatasi hambatan ini adalah kebijaksanaan memberikan rangsangan, dan melakukan identifikasi terhadap titik rawan yang mengalami terminasi.

Perspektif Akuntabilitas

Jabbra dan Dwidevi (1988) mengemukakan ada empat perspektif akuntabilitas, yaitu:
1. akuntabilitas organisasional/administratif, yaitu pertanggungjawaban antara pejabat yang berwenang dengan unit bawahannya dalam hubungan hirarki yang jelas, contoh Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang AKIP
2. akuntabilitas legal : lebih merujuk pada domain publik dikaitkan dengan proses legislatif dan yudikatif, bentuknya dapat berupa peninjauan kembali kebijakan yang telah diambil oleh pejabat publik atau pembatalan peraturan oleh yudikatif.
3. akuntabilitas politik: berkaitan dengan legitimasi program-program yang telah dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan publik.
4. akuntabilitas moral: berkaitan dengan tata nilai yang berlaku di kalangan masyarakat. Akuntabilitas ini lebih banyak berbicara tentang baik atau buruknya suatu kinerja dan tindakan berdasarkan ukuran tata nilai yang berlaku setempat.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah-Langkah Untuk Keluar dari Virtual Box

Penyimpulan Langsung

Kriteria Kuantitatif dan kriterian Kualitatif