AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH
AKUNTABILITAS
KEUANGAN DAERAH
Menurutnya,
akuntabilitas adalah konsep etika dan tata kelola dengan banyak arti. Saya suka
istilah 'etika' dan 'tata kelola' karena pembahasan blog ini akan berpegang
pada kedua kata itu. Akuntabilitas sering disamakan dengan pertanggungjawaban,
kemampuan menjawab, kelayakan, atau berbagai istilah yang terkait dengan
'pemberian sesuatu'. Dalam hal kepemimpinan, akuntabilitas adalah sebuah
otoritas untuk 'melakukan', 'melaporkan', dan 'mempertanggungjawabkan' suatu
'tindakan'.
Wikipedia
menunjukkan kondisi akuntabilitas secara sederhana. Menurutnya, ini hanya
sebuah hubungan 'imbal balik', atau 'memberi dan menerima'. Misalnya, A
dikatakan akuntabel kepada B jika A berkewajiban menginformasikan segala
tindakannya kepada B, baik tindakan yang meningkatkan harkat hidup mereka
maupun tindakan yang menyebabkan mereka harus menanggung suatu konsekuensi
kesalahan. Dan bagian terakhir ini yang saya suka, bahwa tidak ada
akuntabilitas tanpa 'akuntansi'. Cukup
ringkas, tegas, dan menunjukkan kesemrawutan pemahaman saya dan saudara
mungkin. Konsep ini cukup mengakomodasi praktik sehari-hari pemerintah daerah.
Bahwa rakyat mempercayakan sebuah otorisasi kepada pemerintah daerah untuk
bertindak meningkatkan harkat hidup mereka (rakyat dan pemerintah), dan
pemerintah daerah jangan segan-segan melaporkan hambatan yang terjadi secara
internal dan eksternal.
Akuntansi
adalah bahasa komunikasi laporan antara rakyat dan pemerintah daerah.
Pertanyaannya, mengapa harus 'akuntansi'? Jika diumpamakan bahasa lisan dunia,
mengapa seringkali menggunakan 'bahasa inggris' sebagai bahasa dunia? Mengapa
bukan 'bahasa indonesia' atau 'bahasa arab'? Mungkin bijak juga menjawab
pertanyaan ini dengan pertanyaan lagi. Apakah ada bahasa selain bahasa inggris
yang strukturnya sesederhana bahasa inggris? Apakah ada bahasa dunia lainnya
yang tidak mengenal tingkat/status pembicara seperti bahasa inggris?
Ringkasnya, tolong usulkan bahasa laporan selain 'akuntansi' yang metode
bacanya (standar akuntansi) relatif seragam di seluruh dunia! Jika tidak ada, maka
mau tidak mau setiap rakyat dan pemerintah daerah wajib mempelajari 'akuntansi'
karena inilah bahasa yang di-klaim paling sederhana dan mudah dibaca.
Sebenarnya
ada satu keunggulan 'akuntansi': valuable (dapat dinilai). Secara
implisit, akuntabilitas tidak sekedar komunikasi rakyat dan pemerintah. Lebih
dari itu, komunikasi perlu jaminan bahwa informasi yang dilaporkan adalah
andal, dapat dipercaya, dan relevan. Akuntansi adalah bahasa komunikasi yang
dapat dinilai keandalan, tingkat kepercayaannya, dan tingkat relevansinya.
Tentu tidak adil jika salah satu diantara rakyat atau pemerintah yang menilai.
Perlu mediasi oleh pihak luar untuk menilai kualitas informasi akuntansi. Auditor
adalah pihak luar penilai kualitas informasi akuntansi. Dengan keahlian yang
distandarisasi, auditor menjamin kualitas informasi akuntansi dalam 3 tingkat:
Wajar, Wajar Kecuali, dan Tidak Wajar. Namun ada kalanya auditor tidak dapat
memberikan penilaian atas informasi akuntansi karena suatu alasan. Walaupun
demikian, auditor tetap harus menyatakan sikapnya bahwa 'tidak dapat memberikan
pendapat'. Penilaian auditor ini sering disebut dengan 'opini'.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD disusun untuk meningkatkan peran dan
tanggung jawab lembaga permusywaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat,
lembaga perwakilan daerah, sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. UU No. 27 Tahun 2009
mengatur secara komprehensif dimana tidak membatasi pengaturan yang hanya
terbatas pada materi muatan susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur
hal-hal lain yang lebih bersifat komprehensif.
Berkaitan dengan penguatan dan
pengefektifan kelembagaan DPRRI, terdapat penambahan alat kelengkapan dalam
rangka mendukung fungsi serta tugas dan wewenang Dewan, yaitu Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap,
yang berfungsi untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK RI dalam hal
pengawasan penggunaan keuangan negara sehingga diharapkan keberadaan BAKN ini
berkontribusi positif dalam pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas
penggunaan keuangan negara.
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan
tugas serta wewenang BAKN DPR RI sebagai lembaga yang baru dibentuk, maka
harus dapat menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik/masyarakat dalam
melaksanakan fungsi pengawasan Dewan.
Dasar Hukum :
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
4. UU No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
5. UU No.15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan;
6. UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD (MD3);
7. Peraturan DPR RI Nomor
1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib DPR RI.
BADAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Tata
Tertib DPR RI menyebutkan bahwa DPR memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan.
Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh alat-alat kelengkapan DPR RI yang
berwenang. Ketiga fungsi tersebut juga tercantum dalam Pasal 20A
amandemen Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun Alat Kelengkapan DPR yang
dimaksud adalah sesuai dalam Pasal 20 Peraturan Tata Tertib DPR RI, yaitu :
1. Pimpinan;
2. Badan
Musyawarah;
3. Komisi;
4. Badan
Legislasi;
5. Badan Anggaran;
6. Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara;
7. Badan
Kehormatan;
8. Badan Kerja
Sama Antar Parlemen;
9. Badan Urusan
Rumah Tangga
10. Panitia Khusus; Dan
11. Alat kelengkapan lain yang
diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Kemudian untuk menunjang kegiatan
DPR yang bersifat teknis administratif, maka DPR memiliki sebuah Sekretariat
Jenderal dengan semua perangkatnya.
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
(BAKN) dibentuk oleh DPR RI dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap.
Berdasarkan Undang-undang No. 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), bahwa:
Pasal
110
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara,
yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap.
Pasal
111
Ayat (1)
DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang.
Ayat (2)
Anggota BAKN berjumlah paling
sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksi
DPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan permulaan tahun sidang.
Pasal
112
Ayat (1)
Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Ayat (2)
Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Ayat (3)
Pemilihan pimpinan BAKN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.
TUGAS BADAN AKUNTABILITAS KEUANGAN
NEGARA
Didalam Pasal 70 Tata Tertib DPR RI
BAKN bertugas :
a. melakukan penelaahan
terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
kepada DPR;
b. menyampaikan hasil
penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;c.
menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK
atas permintaan komisi;dan
d. memberikan masukan kepada
BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan,
serta penyajian dan kualitas laporan.
Dan Pasal 71 Tata Tertib DPR RI,BAKN
bertugas :
Ayat (1) :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf a dan huruf b, BAKN :
mengadakan
rapat untuk melakukan penelaahan atas laporan hasil pemeriksaan BPK;
a. menyampaikan hasil telaahan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi berupa
ringkasan temuan beserta analisis kebijakan berdasarkan hasil pemeriksaan
semester BPK dan hasil temuan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu setelah BPK menyerahkan hasil temuan kepada DPR;
b.
dapat
menyampaikan hasil telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada
alat kelengkapan selain komisi;
c. mengadakan pemantauan atas tindak
lanjut hasil telaahan yang disampaikan kepada komisi; dan/atau
d. membuat evaluasi dan inventarisasi
atas tindak lanjut yang dilaksanakan oleh komisi.
Ayat (2) :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, BAKN :
a. dapat mengadakan koordinasi dengan
unsur pimpinan komisi untuk membicarakan hasil
pembahasan komisi atas hasil temuan pemeriksaan BPK;
b. dapat mengadakan rapat dengan komisi
yang meminta penelaahan lanjutan atas hasil temuan
pemeriksaan BPK;
c. dapat meminta penjelasan kepada BPK
untuk menindaklanjuti penelaahan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b;dan/atau
d. menyampaikan hasil pembahasan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna setelah terlebih dahulu
dibicarakan dengan komisi.
ayat (3) :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 70 huruf d, BAKN menginventarisasi permasalahan keuangan
negara.
Pasal 72
Hasil kerja sebagaimana dimaksud
Pasal 70 huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada Pimpinan DPR dalam
rapat paripurna secara berkala.
Selain itu, dalam Pasal 113
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menegaskan bahwa :
Ayat
(1)
BAKN bertugas :
a. melakukan penelaahan terhadap temuan
hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;
b. menyampaikan hasil penelaahan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;
c. menindaklanjuti hasil pembahasan
komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi;dan
d. memberikan masukan kepada BPK dalam
hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian
dan kualitas laporan.
Ayat (2) : Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan
dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank
Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha
milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Ayat (3) : BAKN dapat mengusulkan
kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.
Ayat (4) : Hasil kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan
kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.
Sedangkan Pasal 114 UU tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD (MD3) dinyatakan bahwa Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 113 ayat (1), BAKN dapat
dibantu oleh akuntan, ahli analis keuangan, dan/atau peneliti.
KEANGGOTAAN BADAN AKUNTABILITAS
KEUANGAN NEGARA
sesuai dengan Pasal 68 Tata Tertib
DPR RI
Ayat (1) : DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Ayat (2) : Anggota
BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 9 (sembilan)
orang atas usul fraksi DPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan
masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Ayat (3) : Pimpinan
DPR mengadakan konsultasi dengan pimpinan fraksi untuk menentukan komposisi
keanggotaan BAKN yang mencerminkan unsur semua fraksi berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat.
Ayat (4) : Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai dalam
penentuan komposisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak dalam rapat paripurna.
Ayat (5) : Fraksi mengusulkan nama anggota BAKN kepada pimpinan DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk selanjutnya ditetapkan dalam rapat
paripurna.
Ayat (6) : Penggantian anggota BAKN dapat dilakukan oleh fraksinya,
apabila anggota BAKN yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan
lain dari fraksinya.
TATA CARA PEMILIHAN PIMPINAN BADAN
AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
Sesuai dengan Tata Tertib DPR
RI tata cara pemilihan pimpinan BAKN terdapat dalam Pasal 69 yang selanjutnya
diatur pada :
Ayat (1) : Pimpinan BAKN merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Ayat (2) : Pimpinan BAKN terdiri
atas 1 (satu) orang Ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
Ayat (3) : Komposisi pimpinan BAKN
dari tiap-tiap fraksi ditetapkan pada permulaan keanggotaan.
Ayat (4) : Fraksi yang mendapatkan
komposisi pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengajukan satu nama
calon pimpinan BAKN kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat BAKN.
Ayat (5) : Pemilihan pimpinan BAKN
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.
Ayat (6) : Dalam hal pemilihan
pimpinan BAKN berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Ayat (7) : Pimpinan BAKN sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR.
Ayat (8) : Penggantian Pimpinan BAKN
dapat dilakukan oleh fraksi yang bersangkutan untuk selanjutnya ditetapkan
dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh Pimpinan DPR.
Comments
Post a Comment